Powered By Blogger

Sabtu, 18 April 2009

Pendidikan Informal

Artikel 1

Media Massa sebagai Pelaku Pendidikan Informal Terbesar


Jakarta, Rabu (26 Maret 2008) -- Pemerintah berperan dalam memberikan pelayanan pendidikan kepada warga negara. Selama ini peran tersebut diurusi oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Agama (Depag) melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. Di sisi lain, pada pendidikan jalur informal pemeran utamanya adalah masyarakat sendiri dan yang paling besar pelakunya adalah media massa.
" Ada pendidikan yang tidak diregulasi. Dilakukan oleh keluarga ataupun oleh masyarakat secara mandiri tanpa ada dukungan dana dari APBN. Pendidikan informal yang terbesar melakukan adalah justru media massa," kata Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo pada acara silaturahmi Mendiknas dengan para pimpinan media massa di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (26/03/2008) .
Hadir dalam acara Editor In Chief Harian Indo Pos Imam Syafi'i, Direktur Utama ANTARA Ahmad Muklis Yusuf, Director of Product Radio Smartfm Budi Setiawan, President Director TVRI I.G.N. Arsana, Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas Trias Kuncahyono, Chief Editor The Jakarta Post Endy M. Bayuni, dan Wakil Pemimpin Redaksi Metro TV Makroen Sanjaya. Turut hadir mendampingi Mendiknas para pejabat eselon I Depdiknas.
Mendiknas menyampaikan, paradigma pendidikan untuk semua (Education for All) adalah membangun manusia seutuhnya bagi semua warga negara tanpa terkecuali. Pendidikan ini, kata Mendiknas, bersifat inklusif dan dilakukan sepanjang hayat. Untuk itu pemerintah harus memberikan pelayanan yang memungkinkan setiap warga negara untuk setiap saat menjadi pembelajar.
Meski demikian, lanjut Mendiknas, tidak mungkin kalau tugas pelayanan pendidikan seluruhnya diserahkan kepada Depdiknas maupun Depag. " Ada porsi besar yang diambil masyarakat sendiri. Di sinilah betapa besarnya peran media massa," ujarnya.
Pada kesempatan tersebut Mendiknas memaparkan hasil-hasil pembangunan pendidikan nasional periode 2005-2007. Mendiknas menyampaikan kerangka hukum reformasi pendidikan di Indonesia dimulai sejak amandemen pertama UUD 1945 pada 1999. Kemudian ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Tahun 2003.
Setelah itu disusul UU Guru dan Dosen Tahun 2005 dan UU Perpustakaan Tahun 2007 dan sedang dalam proses adalah UU Badan Hukum Pendidikan. " Ini perlu saya paparkan untuk menjadi jawaban saya terhadap keluhan masyarakat tentang ganti menteri maka ganti kebijakan. Ini tidak akan bisa terjadi kalau sudah dipatri dalam undang-undang," kata Mendiknas.
Mendiknas mengajak kepada semua media massa untuk bekerjasama memajukan pendidikan dan upaya yang dilakukan bersama tidak saling meniadakan. " Jangan sampai yang dilakukan oleh media itu kemudian dianulir oleh Mendiknas atau yang dilakukan oleh Mendiknas itu dianulir oleh media massa di dalam kehidupan sehari-hari," kata Mendiknas.

Artikel 2

Perbanyak Sekolah Informal

Kebijakan tentang ditambahnya peluang pendidikan informal memang tengah gencar-gencarnya disosialisasikan oleh pemerintah. Jika saja kita mampu mengapresiasi kebijakan itu secara positif, maka tak harus ada lagi istilah putus sekolah karena kekurangan biaya, tak punya baju seragam, gedung sekolahnya jauh di gunung atau mungkin nyaris roboh. Sekolah informal bisa dilakukan di mana saja dan oleh siapa saja yang memiliki pengetahuan.Pendidikan bukanlah monopoli sekolah formal. Terlebih jika terkait dengan “masa depan” finansial, hubungan antara pendidikan formal dan pekerjaan seringkali tak beriringan. Semuanya sangat tergantung pada kemauan belajar, kerja keras, dan adaptasi anak-anak terhadap perkembangan zaman.

Seorang petani lulusan sekolah dasar, karena kegigihannya bisa hidup berkecukupan hanya dengan menanam sayuran, TAPI sarjana yang sudah dua tahun lebih lulus dari perguruan tinggi, karena tak punya skill yang memadai untuk memasuki pasar kerja atau mungkin terlalu pilih-pilih pekerjaan, bisa jadi masih saja jadi pengangguran. Semua sangat relatif jika ukurannya adalah kesuksesan masa depan finansial.

Sayangnya, sekolah informal selama ini sering dianggap sebagai sekolah kelas 3 setelah pendidikan formal dan non formal. Sekolah informal lebih berkesan sebagai pilihan paling akhir dari model pendidikan yang ada, yaitu hanya ditujukan bagi mereka yang putus sekolah, ekonomi lemah, kecerdasan rendah, berkebutuhan khusus, dan hal-hal yang marginal lainnya.

Sesungguhnya, sekolah informal bisa berperan lebih dari sekedar alternatif dari pendidikan formal. Namun patut diakui, hal itu akan sangat dipengaruhi oleh kualitas para penyelenggaranya. Sekolah informal bisa menjadi wahana baru bagi tumbuhnya kreativitas pendidikan yang selama ini terlalu dikerangkeng oleh aturan-aturan yang kaku. Sekolah informal bisa menjadi wadah untuk melihat pelajaran dari sudut pandang yang berbeda, yang lebih heterogen, dan juga adaptif terhadap perkembangan yang ada.

Kalau di sekolah formal tumbuhan hanya dipandang sebatas makhluk hidup yang tidak bergerak, memiliki daun, batang, dan akar, maka di sekolah informal seorang pendidik bisa membawa anak-anak pada realitas tumbuhan yang sebenarnya, yang fungsinya bagi kehidupan begitu substansial, sehingga memelihara dan membudidayakannya menjadi sebuah kebutuhan bersama, sehingga menyemai biji dan kemudian menanamnya menjadi pekerjaan lanjutan yang mengasyikkan dan bahkan bisa menghasilkan sesuatu.

Sekolah informal. Semoga siapapun yang peduli, tertarik, dan merasa memiliki kemampuan akan tetap bersemangat untuk menumbuhkannya di wilayah-wilayah terdekat. Hal itu insya Allah akan menjadi amal sholeh tiada terputus yang bisa kita berikan dalam kehidupan ini. Selamat berkarya!

Artikel 3

Pemerintah Harus Lebih Perhatikan Pendidikan Informal

Bogor-Perhatian pemerintah kepada pendidikan informal dan non-formal dirasa masih kurang. Pebedaan sikap bahkan masih terasa dengan kesan menomorduakannya.
Bogor-Perhatian pemerintah kepada pendidikan informal dan non-formal dirasa masih kurang. Pebedaan sikap bahkan masih terasa dengan kesan menomorduakannya.”Padahal sesungguhnya ada yang istimewa dalam program informal dan non formal ini, yaitu daya jangkaunya yang mampu menjangkau segala umur, tidak terikat status pernikahan, dan bisa menjangkau wilayah terpencil”, demikian Yusup Haryanto, SPd, koordinator PKBM Tunas Melati, Pemuda Muhammadiyah kabupaten Bogor kepada muhammadiyah.or.id, selasa (1/04/2008).
Menurut Yusup, setelah ada program BOS, sebenarnya masyarakat sudah banyak terbantu, khususnya untuk biaya SPP. Namun menurutnya, di lapangan ternyata biaya transport peserta didik ke sekolah masih banyak yang memberatkan orang tua siswa, terutama siswa dari daerah terpencil. “ Inilah kelemahan konsep Sekolah Terbuka” yang masih mengharuskan siswa berangkat dari rumah ke sekolah tertentu. Belum lagi masalah dengan status perkawinan, dimana sekolah formal tidak memungkinkan seorang siswa sudah menikah ikut bersekolah.
Dengan pertimbangan itulah, menurut Yusup, pogram PKMB Tunas Melati yang pada awalnya merupakan hasil MOU PP Pemuda Muhammadiyah dan Dirjen Pendidikan Informal dan Non Formal saat ini menjadi solusi yang cukup menarik bagi warga belajar di daerah kabupaten Bogor. Program yang difasilitasi dengan Kelas Berjalan, berupa Bis ini bisa menjangkau pelosok dan masyarakat miskin dengan mudah. “ Karena program ini geratis dan kami mendatangi mereka” cerita Yusup.
Saat ini, PKBM Tunas Melati mengelola tujuh kecamatan di Kabupaten Garut, yaitu kecamatan Nanggung, Pamijahan, Jasinga, Leuwiliang, Cibubulang, Sukajaya, Darmaga dan Tamansari. Kesemuanya dikelompokkan pada 28 Kelompok belajar yang masing-masing kelompok berkisar antara 80 hingga 100 warga belajar, dengan dipandu tujuh hingga delapan tutor. Pogram yang baru berjalan setahun ini, saat ini sudah meluluekan 700 warga belajar dari paket A, B, dan C selain program pemberantasan buta aksara melalui Keaksaraan Fungsional, program Pendidikan Anak Usia Dini, Kursus Masuk Desa dan Beasiswa Belajar.
Keberlanjutan dan Pengembangan Program
Menurut Yusup, program yang sedang berjalan ini masih belum pasti apakah masih akan mendapat support dana dari Depdiknas untuk kelanjutan programnya, namun karena melihat manfaat program yang besar serta sambutan masyarakat yang besar, dengan ada tidaknya bantuan dari pemeintah segenap pengelola dan keluarga besar Muhammadiyah Kabupaten Bogor bertekad untuk meneruskan program ini.
Yusup mengakui, selama ini masalah yang dihadapi adalah kecilnya honor tutor yang saat ini berjumlah seratus orang. Karen a itu, selain berharap bahwa ke depan masih akan ada pihak-pihak yang mau bekerjasama membiayai program strategis ini, juga perlu diperhatikan bagaimana menaikkan kesejahteraan para tutor yang diambil dari keluarga besar Angkatan Muda Muhammadiyah Kabupaten Bogor sendiri.
Saat ini, PKBM Tunas Melati bertempat di kompleks amal usaha Muhammadiyah Kabupaten Bogor, Jl Raya Leuwiliang No. 106, Bogor. Telp. 0251 47619. Di kompleks tersebut berdiri TK ABA, MI Muhammadiyah, Mu’alimim Muhammadiyah (Mts dan MA), BMT, Poskestren, Panti Asuhan Yatim dan Sekolah Tinggi Keguruan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bogor.



Artikel 4

Pendidikan Interventif Sebagai Alternatif Dalam Pendidikan Keluarga

Oleh: Dra. Djauharah Bawazir

Latar Belakang

Ditinjau dari sila pertama dari dasar negara kita yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang memberikan kesempatan untuk rakyatnya melaksanakan ajaran agamanya masing-masing, maka model sistem Pendidikan yang dikemukakan ini adalah model sistem pendidikan yang ditinjau dari sudut Agama Islam.

Dalam Islam, peran ibu sangat penting, karena ia adalah pelahir manusia pembina dan pengurus generasi. Nabi mengatakan bahwa ibu adalah tempat pendidikan anaknya. Menyiapkan ibu dengan baik sama dengan menyiapkan suatu bangsa yang mempunyai moral yang baik.

Pendidikan dalam keluarga harus mengacu pada pendidikan agama sehingga menampakkan kondisi moral yang terpuji. Pendidikan agama di dalam keluarga yang sekarang ini dilaksanakan, pada umumnya adalah pendidikan tentang pelaksanaan ritual peribadatan, sedangkan tingkah laku para anggotanya dibiarkan mengikuti keadaan zaman walaupun seringkali bertentangan dengan aturan agama.


Pendidikan agama haruslah mengacu pada perbuatan beribadah, yaitu menyerahkan diri kepada Allah, dengan konsekuensi rela melakukan semua perbuatan demi Allah dan sesuai dengan ketentuan Allah. Allah memberikan aturan dalam kehidupan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan aturan-aturan pada setiap langkah. Langkah yang dilakukan dari bangun tidur sampai menjelang tidur, begitu juga dalam perbuatan yang berhubungan dengan lingkungan, baik dalam menuntut ilmu maupun dalam bekerja dan mengabdi pada negara.

Pengertian Pendidikan Interventif

Pendidikan Interventif adalan pendidikan yang mengacu pada pemeliharaan fitrah anak yang memiliki potensi sebagai hamba Allah dan calon khalifah Allah. Dengan demikian maka pendidikan interventif harus mampu mengantarkan anak agar menjadi makhluk religius yang selalu melakukan hubungan dengan Allah (habluminallah) dan makhluk sosial yang selalu melaksanakan hubungan kemanusiaan (hablumminannas). Pndidikan Interventif merupakan pendidikan yang mengintervensi penddikan Islam yang selama ini dilakukan oleh orang tua di rumah.

Oleh karena itu dapatlah dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan Interventif adalah pendidikan agama Islam di rumah yang bukan sekedar melaksanakan ritual peribadatan, namun pendidikan untuk beragama dalam arti yang sebenarnya, meliputi pemantapan keyakinan (aqidah), melaksanakan peribadatan baik ritual maupun pemahaman kaidah (ibadah) serta pelaksanaan dan implementasi dari pemahaman arti ibadah yang berbentuk pelaksanan perbuatan terhadap lingkungannya (muamalah).

Landasan Dasar Pendidikan Interventif

Landasan dasar dari tata cara kehidupan manusia adalah Al-Qur’an dan Hadist. Ayat-ayat Al-Qur’an bukan dimaksudkan untuk dibaca dalam satuan waktu namun merupakan landasan dari seluruh sistem kehidupan.

Tentang hakekat kehidupan ini, Allah berfirman dalam Al-Qur’an : “ Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia , melainkan untuk berbakti (beribadah) kepadaKu “ (QS.51 : 56). Konsep ibadah yang disebut dalam ayat di atas mengandung arti menyerahkan diri kepadaNya dan berperilaku sesuai dengan ajaranNya. Ha ini sesuai dengan firman Allah : “Katakanlah : “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta Alam.” (Q.S. 6 : 162).

Khusus mengenai masalah pendidikan, landasan yang dipakai di sini adalah :
1. Surat Al Baqarah ayat 30 (manusia diciptakan sebagai khalifah).
2. Surat Adhariyaat ayat 56 (manusia diciptakan untuk berbakti kepada Allah).
3. Surat Luqman ayat 12-17 (Pendidikan Luqman pada anaknya).
4. Surat Shaffaat ayat 100 – 103 (Pendidikan Nabi Ibrahim kepada Ismail).
5. Surat Al-Ahqaaf ayat 15 (Pendidikan Nabi Daud kepada Nabi Sulaiman).

Pentingnya Pendidikan Interventif

Kepada anak perlu diberikan pendidikan moral yang tidak hanya mengikat dirinya dengan kehidupan sosial siantara manusia, melainkan 1) mendudukkan dirinya sebagai bagian dari sistem ciptaan Allah ; 2) mendudukkan dirinya sebagai makhluk yang selalu terikat dengan khaliknya. Sebagai makhluk yang diciptakan anak harus selalu tunduk pada yang menciptakannya. Selanjutnya sebagai makhluk yang bermoral, anak harus didik untuk mampu mengaplikasikan keterikatan dan ketundukannya kepa Allah dalam kehidupan sehari-hari. Apabila hal ini terlaksana, maka terwujudlah suatu bangsa yang bermoral dengan moral yang sesuai dengan tuntutan agama yang dianutnya (Islam).

Dengan mengikuti sistem pendidikan yang Islami anak akan mandiri dan dewasa secara moral pada saat ia mencapai aqil balig, atau selambat-lambatnya pada umur 15 tahun. Oleh karenanya materi pendidikan moral beserta metodologinya harus dipersipkan sedemikian rupa, sehingga pada umur 15 tahun ia bisa mencapai dewasa secara moral; yang berarti tidak perlu lagi dikhawatirkan terjadinya masalah-masalah sosial terutama pada usia puber.


Artikel 5

Dana Pendidikan Dipotong Rp 41,8 Miliar


Surabaya, Kompas - Dana pendidikan nonformal dan informal Jawa Timur dipotong sekitar Rp 41,8 miliar. Akibatnya, beberapa program peningkatan kualitas pendidikan seperti penghapusan buta aksara, dana hibah pendidikan luar sekolah, program penyetaraan wajib belajar sembilan tahun, dan pengembangan budaya baca dipastikan berkurang.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jatim Rasiyo mengatakan, pemotongan dana itu dipastikan akan mengurangi sasaran sejumlah program peningkatan pendidikan. "Program penghapusan buta aksara di pedesaan terpaksa akan dikurangi pesertanya," katanya di Surabaya, Senin (28/4).
Menurut Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal Nomor 181 Tahun 2008, dana penghapusan buta aksara untuk Provinsi Jatim dipotong sebesar Rp 23 miliar dari Rp 63 miliar. Sasaran pun berkurang sekitar 5.000 orang. Padahal, jumlah penduduk buta aksara di Jatim masih menempati posisi tertinggi di Indonesia, yaitu sekitar 3,7 juta jiwa dengan usia 10 tahun ke atas.
Sementara pemotongan dana penyetaraan wajib belajar sembilan tahun menyebabkan program kejar Paket A atau program penyetaraan pendidikan setingkat SD ditiadakan. Adapun dana untuk program kejar Paket B dipotong sebesar Rp 4,1 miliar. Demikian juga dana kejar Paket C yang dipotong hampir setengahnya. Menurut data Badan Pusat Stastistik tahun 2006, terdapat 3,6 juta penduduk Jatim yang belum pernah mengecap bangku sekolah.
Program pengembangan budaya baca pun terkena dampak penundaan anggaran oleh Departemen Keuangan. Program ini mengalami pemangkasan hingga Rp 2,8 miliar dari dana yang tersedia sebelumnya, yaitu Rp 3,7 miliar. Akibatnya, sebanyak 125 taman baca masyarakat yang ditargetkan dibangun per tahun berkurang menjadi 63 buah saja.
Kepala Bidang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Dinas Pendidikan Kota Surabaya Edi Santosa mengatakan, pemotongan sebesar Rp 6 miliar dari pengembangan kursus dan magang mengakibatkan dana hibah untuk lembaga pelatihan dan kursus dibekukan.
Pembekuan bantuan
Selama sebulan terakhir, bidang PLS telah menolak sebanyak empat pengajuan bantuan kursus yang meliputi kursus menjahit, pengobatan alternatif, kecantikan, dan komputer. "Pembekuan ini terpaksa kami lakukan, padahal program ini sangat berguna untuk penduduk putus sekolah," kata Edi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar